PEMBERDAYAAN DAN PARTISIPASI KARYAWAN : APAKAH SAMA?

Tidak dapat disangkal, maju mundurnya perkembangan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan mutu karyawannya. Karyawan diposisikan sebagai aset perusahaan. Sekaligus pula mereka sebagai unsur investasi efektif perusahaan. Karena itu mutu mereka perlu dikembangkan dan dipelihara melalui pemberdayaan pada individu dan kelompok karyawan secara berkelanjutan. Pemberdayaan disini tidaklah bernuansa sempit yakni hanya dalam bentuk pelatihan dan pengembangan. Dalam perspektif yang lebih luas pemberdayaan juga bermakna sebagai refleksi adanya proses demokrasi di tubuh perusahaan yakni dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan organisasi.

Selain pemberdayaan ada istilah pengembangan partisipasi karyawan yang kedengarannya bermakna sama namun dalam beberapa segi ternyata memiliki perbedaan. Partisipasi selama ini diartikan sebagai bagian tak terpisahkan dari pemberdayaan karyawan. Partisipasi berarti terjadinya konsultasi, terbukanya kegiatan berbagi opini dan keputusan-keputusan karyawan. Istilah partisipasi juga sangat erat kaitannya dengan model manajemen kemitraan. Dalam model manajemen ini, karyawan dipandang sebagai mitra kerja ketimbang sebagai subordinasi dari superordinasi.

Partisipasi mengandung makna adanya keterlibatan para karyawan dalam aspek-aspek mental dan emosional yang mendorong mereka untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Bentuk partisipasi ini sebenarnya merupakan proses komunikasi atau teknik mendapatkan dan memanfaatkan umpan balik dari karyawan dalam proses pengambilan keputusan. Namun dalam hal ini pihak karyawan tidak memiliki otoritas mengambil keputusan karena yang berwewenang untuk suatu keputusan hanyalah prerogratif pihak manajemen. Karyawan hanyalah ikut dalam proses pengenalan atau identifikasi masalah, mengadakan monitoring dan evaluasi atas pekerjaannya, melaporkan kegiatannya, dan menyarankan atau mengusulkan saran-saran pemecahan masalah.

Sementara pemberdayaan karyawan bermakna lebih luas ketimbang istilah partisipasi karyawan. Dalam pemberdayaan terdapat pendelegasian wewenang yang diberikan kepada karyawan tertentu dalam pengambilan keputusan sejauh tidak menyimpang dari kebijakan perusahaan. Misalnya ketika manajer berhalangan mengkoordinasi rapat tim kerja di unitnya maka dia bisa mendelegasikan kepada seseorang yang dianggap pantas (kemampuan manajerial dan kepemimpinan) untuk memimpin rapat. Atau bisa berupa pendelegasian pada ketua tim kerja subunit tetentu untuk menyusun dan mengatur kegiatan dan jadwal kerja. Jadi tampak pemberdayaan karyawan berimplikasi pada kebebasan dan kemampuan karyawan tertentu untuk membuat keputusan dan komitmen; tidak sekedar hanya berbagi informasi dan saran-saran. Pemberdayaan menyangkut tentang kewenangan dan penguatan otoritas dari karyawan tertentu. Pasalnya karena adanya kepercayaan dari pihak manajemen kepada karyawan.

Walau pemberdayaan merupakan proses pembelajaran bagi karyawan namun dalam prakteknya tidak semua perusahaan sudah melakukannya. Kalau memang ada tetapi tidak semua pengambilan keputusan sisi kebijakan diberikan kepada karyawan. Beberapa hal yang sangat strategis seperti penyusunan anggaran program, perencanaan kebutuhan sumberdaya manusia, perekrutan dan penseleksian karyawan, dan perjanjian bisnis masih merupakan keputusan pihak manajemen.

 

 

Jeffi – 27120450

image1

Content of Training Programs

Setiap perusahaan perlu melakukan program pelatihan agar terjamin bahwa karyawannya memiliki skill yang kompeten dan sesuai dengan standar perusahaan. Sebuah training program yang baik bukan sekedar one time event dan orientasi saja, melainkan mencangkup area yang lebih luas.

Pelatihan berhubungan dengan skill, pengetahuan, dan strategi yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakan tugas dan kewajiban. Termasuk di dalamnya melatih karyawan skill baru, memberi kesempatan mereka berlatih, memberi ide yang baru dan tidak familiar, atau sekedar mengajak mereka berdiskusi mengenai pekerjaan dengan karyawab lainnya. Tentu saja program pelatihan ini harus diberikan kepada semua karyawan.

Untuk karyawan baru, sebaiknya training dilakukan sebelum mereka memulai kerja. Hal ini dimaksudkan agar mereka nantinya dapat mengerjakan pekerjaan mereka sesuai dengan standar perusahaan dan tahu apa yang harus mereka kerjakan. Sedangkan untuk program pelatihan pengembangan sebaiknya dilakukan berkala, misalnya 6 bulan sekali, agar para karyawan ter”up to date” skill bekerja mereka agar terus berkembang dan bisa mengerjakan pekerjaan dengan lebih baik lagi.

Orang yang memberikan pelatihan sebaiknya adalah orang yang sudah berpengalaman, bisa dari perusahaan itu sendiri seperti manajer tingkat atas atau praktisi dari luar perusahaan yang memang sudah memiliki banyak pengalaman di bidang pelatihan.

Isi dari program pelatihan bisa beragam, sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Karena itu perusahaan harus merencanakan dengan matang apa topik yang akan dibawakan dalam program pelatihan agar efektif dan tidak membuang-buang biaya.

4 langkah yang harus diperhatikan dalam merencanakan program pelatihan:

  1. Planning : merancang dan mempersiapkan program pelatihan yang akan dilakukan.
  2. Methods: memilih metode pelatihan seperti discussion circles, group activities, role plays and simulation, individual research, dan lain-lain.
  3. Logistic: hal-hal yang harus dipersiapkan dalam membuat program pelatihan seperti lokasi, material, dan setting lokasi.
  4. Evaluation: mengevaluasi program pelatihan agar perusahaan mengetahui apakah program pelatihannya efektif atau tidak, dengan indikasi apakah ada peningkatan kemampuan karyawan dalam mengerjakan pekerjaannya dan adakah perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin, dan etos kerja.

Dengan program pelatihan kerja yang baik, selain karyawan diuntungkan karena mendapat skill baru, perusahaan pun akan mendapat untung apabila seuruh karyawannya berkompeten dalam menjalankan tugasnya sehingga tujuan perusahaan pun cepat tercapai.

foto

Eunike Martana – 63130544